"Setiap kalian adalah pemimpin
dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, Seorang penguasa adalah
pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah
pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia
bertanggung jawab atasnya.” (HR Bukhari)
Benar. Setiap
manusia pada dasarnya adalah pemimpin. Baik laki-laik maupun perempuan, semua
adalah seorang pemimpin. Presiden, bupati, rektor, kepala rumah tangga, bahkan
bagi diri sendiri pun kita adalah pemimpin. Pemimpin yang dapat memimpin dengan
baik tentu akan merdampak baik pula dengan apa yang dipimpinnya.
Dalam hal ini,
pemimpin yang baik sering diukur dari tanggungjawabnya terhadap pekerjaanya
atau janji-janji yang pernah diucapkannya kepada pendukungnya. Pepatah “a great power, has a great responsibility” harus
disadari oleh para pemimpin baik sebelum ia terpilih maupun setelah menjadi
yang terpilih. Tanggungjawab sebagai penyambung aspirasi masyarakat adalah yang
nomor satu, guna tercapainya kemakmuran atas kepemimpinannya.
Kamis lalu
(22/3), kampus tercinta ini baru menggelar pesta demokrasi terbesarnya, Pemilu
Raya (PEMIRA). Empat kandidat terbaik bersaing untuk menjadi pemimpin dari
ribuan mahasiswa IAIN SU. Dengan visi dan misi yang dicanangkan masing-masing
kandidat untuk membangun civitas akademika IAIN SU lebih baik. Untuk kebaikan
bersama, tentu kita berharap pemimpin yang terpilih nanti dapat mengemban
amanah dengan baik dan tidak melupakan tanggungjawabnya.
Sebagai acuan
bagaimana seorang pemimpin yang baik itu, terutama pada masa Rasulullah SAW.,
berikut akan dijelaskan ringkasan para Khulafaur Rasyidin dalam kepemimpinan
pada masanya masing-masing.
1. Abu Bakar
ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi
khalifah 632 - 634 M)
Selama dua tahun
masa kepemimpinannya, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat
dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya
pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam.
Dalam
kesehariannya sebagai seorang khalifah, Abu Bakar dikenal sebagai sosok
pemimpin yang rendah hati dan ikhlas mengabdi sebagai kepala negara. Bahkan
dalam suatu kisah, Umar pernah menjumpai Abu Bakar hendak pergi berdagang di
pasar. Padahal saat itu jabatan Abu Bakar adalah seorang khalifah. Dalam
pengabdiannya, tak sedikitpun Ia berharap gaji atau upah dari negara untuk
keperluan hidupnya dan keluarganya sendiri. Ketika negara memberi gaji untuk
Abu Bakar pun, Ia meminta untuk menurunkan gajinya, karena uang yang diterima
terlalu banyak untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
2. Umar bin
Khattab (590 - 644 M, menjadi
khalifah 634 - 644 M)
Di zaman Umar
gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi. Daerah
kekuasaan islam semakin meluas. Pada masa Khalifah Umar juga dibentuk untuk
pertamakalinya administrasi negara dengan pembagian provinsi-provinsi.
Keislaman Umar
telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Ia adalah
pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan
kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan
kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau
adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah
setelah Abu Bakar As Siddiq.
Selain
pemberani, Umar juga seorang yang cerdas. kecerdasannya diriwayatkan oleh Al
Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, ”Seandainya ilmu Umar diletakkan
pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada
tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar lebih berat dibandingkan ilmu
mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari
10 ilmu.
3. Utsman bin
Affan (menjadi khalifah 644-655 M.
574-656)
Pemerintahan
Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya.
Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena
fitnah dan hasutan dari musuh islam pada masa itu.
Semasa Nabi SAW
masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh Nabi untuk menjadi walikota
Madinah.Utsman bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang terkenal, tetapi jiwa
sosial beliau tinggi. Ia tidak segan-segan mengeluarkan kekayaanya untuk
kepentingan Agama dan Masyarakat umum.
Pada masa
ke-khalifahannya juga lah terbentuk untuk pertama kali badan keamanan dan
sebuah tempat untuk penyidangan perkara yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya.
4. Alī bin
Abī Thālib (599-611, menjadi khalifah 655-660)
Ali, adalah
pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang
meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia
kemudian keluar dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura, Ali telah
berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik
melalui lisan maupun melalui prilaku beliau.
Ali tumbuh
menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para
tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana.
Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan.
Ali juga merupakan
seseorang yang memiliki strategi perang dan militer yang baik. Hanya saja pada
masa ke-khalifahannya, Ia mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena
kekacauan yang ditinggalkan pemerintah sebelumnya saat tewasnya Utsman.
Empat ringkasan diatas
hanya menjabarkan sedikit saja mengenai cara keempat khalifah pertama tersebut
dalam memimpin. Namun, dari masing-masing ringkasan tentu ada kriteria khusus
yang dimiliki masing-masing khalifah. Kriteria yang kita harapkan bersama ada
pada Ketua Dema yang akan terpilih nanti. Baik itu keikhlasan bekerja tanpa tanda
jasa ala Khalifah Abu Bakar atau sikap pemberani dan pintar seperti Umar bin
Khattab. Semua kriteria para khalifah tersebut mutlak harus ada dalam diri
seorang pemimpin.
Kehebatan karakter para
khalifah tersebut dapat dilihat pada masa ke khalifahan masing-masing. Meskipun
pada masa Utsman dan Ali sedikit terjadi pergoncangan di tubuh islam, dari segi
sikap dan sifat, keduanya tetap layak untuk ditauladani. Sifat dermawan Utsman
dan kecerdasan Ali di usia mudanya adalah tolak ukurnya.
Sekarang, sejarah hanya
tinggal kenangan, sosok pemimpin-pemimpin yang berkarakter seperti para
khalifah di atas adalah barang yang langka. Bandingkan sikap Abu Bakar yang
dengan tulus meminta penurunan gajinya yang dinilai terlalu tinggi baginya,
dengan sikap para pemimpin sekarang justru minta dinaikkan gajinya yang secara
kebutuhan sudah jauh dari cukup. Atau kepintaran Umar. Sosok oknum pemimpin
sekarang ‘kebanyakan’ terpilih karena money
politic, bukan karena kapasitas dan skill memimpin yang dimilikinya.
Alhasil, kebijaksanaannya dalam menjalankan kepemimpinannya berujung pada
kesengsaraan negara atau organisasi yang dipimpinnya.
Kedermawanan Utsman juga patut
diacungi jempol. Sebagai seorang khalifah, dengan harta kekayaan yang banyak,
Ia dapat menggunakan hartanya demi kepentingan kepemimpinannya. Hal yang sangat
kontras dengan apa yang terjadi sekarang. Pemimpin justru korupsi uang rakyat
demi kepentingan pribadi.
Salah satu cara menanganinya
adalah dengan me-reset jalan pikir pemuda-pemuda saat ini. Seperti Ali bin Abi
Thalib. Sebagai sosok pemuda cerdas yang tumbuh menjadi pemimpin amanah.
Well, semoga dalam PEMIRA tahun ini,
Ketua Dema yang terpilih dapat mengikuti sifat dan sikap para khalifah di atas.
Untuk kebaikan IAIN SU yang lebih maju. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar