Halaman

Sabtu, 16 Juni 2012

PEMIRA IAIN SU:Melirik jejak Khulafaur Rasyiddin


"Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya.” (HR Bukhari)

Benar. Setiap manusia pada dasarnya adalah pemimpin. Baik laki-laik maupun perempuan, semua adalah seorang pemimpin. Presiden, bupati, rektor, kepala rumah tangga, bahkan bagi diri sendiri pun kita adalah pemimpin. Pemimpin yang dapat memimpin dengan baik tentu akan merdampak baik pula dengan apa yang dipimpinnya.

Dalam hal ini, pemimpin yang baik sering diukur dari tanggungjawabnya terhadap pekerjaanya atau janji-janji yang pernah diucapkannya kepada pendukungnya. Pepatah “a great power, has a great responsibility” harus disadari oleh para pemimpin baik sebelum ia terpilih maupun setelah menjadi yang terpilih. Tanggungjawab sebagai penyambung aspirasi masyarakat adalah yang nomor satu, guna tercapainya kemakmuran atas kepemimpinannya.
Kamis lalu (22/3), kampus tercinta ini baru menggelar pesta demokrasi terbesarnya, Pemilu Raya (PEMIRA). Empat kandidat terbaik bersaing untuk menjadi pemimpin dari ribuan mahasiswa IAIN SU. Dengan visi dan misi yang dicanangkan masing-masing kandidat untuk membangun civitas akademika IAIN SU lebih baik. Untuk kebaikan bersama, tentu kita berharap pemimpin yang terpilih nanti dapat mengemban amanah dengan baik dan tidak melupakan tanggungjawabnya.
Sebagai acuan bagaimana seorang pemimpin yang baik itu, terutama pada masa Rasulullah SAW., berikut akan dijelaskan ringkasan para Khulafaur Rasyidin dalam kepemimpinan pada masanya masing-masing.

1. Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M)
Selama dua tahun masa kepemimpinannya, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam.
Dalam kesehariannya sebagai seorang khalifah, Abu Bakar dikenal sebagai sosok pemimpin yang rendah hati dan ikhlas mengabdi sebagai kepala negara. Bahkan dalam suatu kisah, Umar pernah menjumpai Abu Bakar hendak pergi berdagang di pasar. Padahal saat itu jabatan Abu Bakar adalah seorang khalifah. Dalam pengabdiannya, tak sedikitpun Ia berharap gaji atau upah dari negara untuk keperluan hidupnya dan keluarganya sendiri. Ketika negara memberi gaji untuk Abu Bakar pun, Ia meminta untuk menurunkan gajinya, karena uang yang diterima terlalu banyak untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

2. Umar bin Khattab (590 - 644 M, menjadi khalifah 634 - 644 M)
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi. Daerah kekuasaan islam semakin meluas. Pada masa Khalifah Umar juga dibentuk untuk pertamakalinya administrasi negara dengan pembagian provinsi-provinsi.
Keislaman Umar telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Ia adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Selain pemberani, Umar juga seorang yang cerdas. kecerdasannya diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, ”Seandainya ilmu Umar diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu.

3. Utsman bin Affan (menjadi khalifah 644-655 M. 574-656)
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari musuh islam pada masa itu.
Semasa Nabi SAW masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh Nabi untuk menjadi walikota Madinah.Utsman bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang terkenal, tetapi jiwa sosial beliau tinggi. Ia tidak segan-segan mengeluarkan kekayaanya untuk kepentingan Agama dan Masyarakat umum.
Pada masa ke-khalifahannya juga lah terbentuk untuk pertama kali badan keamanan dan sebuah tempat untuk penyidangan perkara yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

4. Alī bin Abī Thālib (599-611, menjadi khalifah 655-660)
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian keluar dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura, Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui prilaku beliau.
Ali tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan.
Ali juga merupakan seseorang yang memiliki strategi perang dan militer yang baik. Hanya saja pada masa ke-khalifahannya, Ia mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan yang ditinggalkan pemerintah sebelumnya saat tewasnya Utsman.
Empat ringkasan diatas hanya menjabarkan sedikit saja mengenai cara keempat khalifah pertama tersebut dalam memimpin. Namun, dari masing-masing ringkasan tentu ada kriteria khusus yang dimiliki masing-masing khalifah. Kriteria yang kita harapkan bersama ada pada Ketua Dema yang akan terpilih nanti. Baik itu keikhlasan bekerja tanpa tanda jasa ala Khalifah Abu Bakar atau sikap pemberani dan pintar seperti Umar bin Khattab. Semua kriteria para khalifah tersebut mutlak harus ada dalam diri seorang pemimpin.
Kehebatan karakter para khalifah tersebut dapat dilihat pada masa ke khalifahan masing-masing. Meskipun pada masa Utsman dan Ali sedikit terjadi pergoncangan di tubuh islam, dari segi sikap dan sifat, keduanya tetap layak untuk ditauladani. Sifat dermawan Utsman dan kecerdasan Ali di usia mudanya adalah tolak ukurnya.
Sekarang, sejarah hanya tinggal kenangan, sosok pemimpin-pemimpin yang berkarakter seperti para khalifah di atas adalah barang yang langka. Bandingkan sikap Abu Bakar yang dengan tulus meminta penurunan gajinya yang dinilai terlalu tinggi baginya, dengan sikap para pemimpin sekarang justru minta dinaikkan gajinya yang secara kebutuhan sudah jauh dari cukup. Atau kepintaran Umar. Sosok oknum pemimpin sekarang ‘kebanyakan’ terpilih karena money politic, bukan karena kapasitas dan skill memimpin yang dimilikinya. Alhasil, kebijaksanaannya dalam menjalankan kepemimpinannya berujung pada kesengsaraan negara atau organisasi yang dipimpinnya.
Kedermawanan Utsman juga patut diacungi jempol. Sebagai seorang khalifah, dengan harta kekayaan yang banyak, Ia dapat menggunakan hartanya demi kepentingan kepemimpinannya. Hal yang sangat kontras dengan apa yang terjadi sekarang. Pemimpin justru korupsi uang rakyat demi kepentingan pribadi.
Salah satu cara menanganinya adalah dengan  me-reset jalan pikir pemuda-pemuda saat ini. Seperti Ali bin Abi Thalib. Sebagai sosok pemuda cerdas yang tumbuh menjadi pemimpin amanah.
Well, semoga dalam PEMIRA tahun ini, Ketua Dema yang terpilih dapat mengikuti sifat dan sikap para khalifah di atas. Untuk kebaikan IAIN SU yang lebih maju. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar